Seberapa Lama Sih Bangun Candi Borobudur? Beneran Nunggu Puluhan Tahun?

Lama Pembangunan Candi Borobudur

Pernah Kepikiran Nggak, Candi Segede Itu Dibikin Berapa Lama?

Waktu pertama kali jalan-jalan ke Magelang dan berdiri di depan Candi Borobudur, satu hal langsung nyangkut di kepala: “Gimana caranya orang zaman dulu bangun beginian tanpa alat berat?” Saya yakin bukan cuma saya yang penasaran. Banyak yang mikir, proses pembangunan Borobudur pasti makan waktu sampai berpuluh-puluh tahun. Tapi sebenarnya, seberapa lama sih candi ini dibangun?

Bukan Sekadar Susun Batu

Borobudur bukan cuma tumpukan batu sembarangan. Bangunannya bertingkat, punya ribuan relief, puluhan stupa, dan ditata dengan presisi yang bikin kita geleng-geleng. Menurut para arkeolog, pembangunan candi ini diperkirakan memakan waktu sekitar 75 hingga 100 tahun. Proyek kolosal itu berlangsung dari masa pemerintahan Raja Samaratungga dari Wangsa Syailendra.

Yang bikin kagum, semua itu dibangun tanpa bantuan alat mekanik modern. Batu-batu yang dipakai—batu andesit dari lereng Gunung Merapi—dibawa dan disusun hanya dengan tenaga manusia dan teknik rekayasa lokal. Gimana bisa? Rahasianya ada di teknik penguncian batu, mirip puzzle, yang bikin struktur candi tetap kokoh bahkan setelah dilanda gempa dan erosi selama berabad-abad.

Distribusi dan Logistik Zaman Dulu Bikin Keder

Bayangin, jutaan batu andesit harus dipotong, diukir, dan diangkut dari sungai ke area pembangunan. Proses itu melibatkan ribuan tenaga kerja dari berbagai desa sekitar. Mereka digerakkan secara gotong royong, kemungkinan besar sebagai bentuk kerja bakti kerajaan. Tanpa truk, tanpa derek, tapi tetap bisa rapi—logistiknya beneran bikin salut.

Tiap lapisan candi disusun mengikuti prinsip kosmologi Buddha, dari dunia hasrat (Kamadhatu) ke dunia bentuk (Rupadhatu), hingga mencapai tingkat paling atas—dunia tanpa bentuk (Arupadhatu). Bukan cuma rumit secara struktur, makna filosofinya juga dalam. Nggak heran Borobudur dianggap salah satu karya arsitektur paling kompleks di dunia kuno.

Teknologi Tradisional, Tapi Nggak Kalah Strategis

Kalau sekarang pembangunan pakai laser level dan crane, waktu itu para insinyur kerajaan mengandalkan pengamatan alam, perhitungan geometris, dan pengetahuan turun-temurun. Mereka nggak cuma jago teknis, tapi juga punya pemahaman lingkungan yang luar biasa.

Salah satu trik cerdasnya, fondasi candi dibuat seimbang dengan struktur tanah di bawahnya. Air hujan dialirkan lewat sistem drainase tersembunyi yang masih berfungsi sampai sekarang. Inilah bukti bahwa teknologi lokal bisa sangat adaptif dan visioner, bahkan tanpa sertifikat insinyur.

Buat kamu yang penasaran lebih dalam soal asal-usul Candi Borobudur, saya rekomendasikan baca artikel ini. Banyak insight yang bikin kita makin kagum sama pencapaian leluhur.

Jadi, Worth It Nggak Nunggu 100 Tahun?

Kalau dilihat dari hasilnya, jelas banget layak. Borobudur bukan sekadar tempat ibadah atau monumen sejarah. Ia jadi simbol pencapaian budaya, spiritualitas, dan rekayasa bangsa Indonesia zaman dulu. Proyek sebesar itu dikerjakan lintas generasi—bayangin aja, bisa jadi si tukang batu yang ngerjain lantai dasar udah wafat waktu bagian puncaknya selesai dibangun.

Bangunan ini berhasil bertahan meskipun pernah tertimbun letusan Merapi, dilupakan selama ratusan tahun, bahkan sempat direstorasi berkali-kali. Tapi pesonanya tetap nggak pudar. Buat saya pribadi, Borobudur bukan cuma bangunan. Ia adalah warisan hidup yang terus menginspirasi dan menunjukkan bahwa keterbatasan bisa dikalahkan dengan visi, kerja keras, serta kolaborasi.


Kalau ditanya “Nggak keburu tua dulu nungguin selesai?” jawabannya simpel—nggak masalah tua asal warisannya abadi. Candi Borobudur jadi bukti bahwa sesuatu yang luar biasa nggak lahir dalam semalam. Butuh waktu, ketekunan, serta mimpi besar untuk jadi legenda yang melampaui zaman.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *